Selamat Datang 👋 Join Discord Premium CryptoSharia

Join Komunitas

DiscordWhatsApp

Kajian Halal Haram Crypto

Kajian Halal Haram Crypto
KajianIlmiahMuamalahUstadz ErwandiUstadz Devin
27 Oktober 2025

Kajian “Halal Haram Crypto” yang disampaikan oleh Ustadz Dr. Erwandi Tarmizi, M.A. dan Ustadz Devin Halim, B.B.A., M.Sc. di Masjid Nurul Iman Blok M Square, Jakarta Selatan, pada Ahad, 26 Oktober 2025.



Kajian ini mengupas definisi kripto dan teknologi blockchain, cara menilai halal–haram aset digital, hingga pandangan fikih muamalah terhadap transaksi kripto — dengan penekanan pada pentingnya riset dan ilmu sebelum berinvestasi di dunia aset digital.

Definisi Kripto & Blockchain (Ustadz Devin Halim)

Definisi Kripto: Aset digital yang diamankan oleh kriptografi dan berjalan di atas teknologi blockchain, yaitu buku besar (ledger) yang terdesentralisasi.

Teknologi Blockchain: Ustadz Devin menyederhanakannya sebagai teknologi yang memungkinkan verifikasi transaksi dilakukan secara kolektif (terdesentralisasi) oleh banyak pihak, bukan oleh satu otoritas pusat (seperti bank atau perusahaan).

Bukan Satu Jenis: Istilah “kripto” sangat luas. Aset kripto memiliki banyak jenis dan fungsi yang berbeda, sehingga hukumnya tidak bisa disamaratakan

Beberapa Jenis-Jenis Aset Kripto:

  • Smart Contract Platform (Layer-1): Seperti Ethereum atau Solana. Koinnya (ETH) dibutuhkan untuk “mengakses” atau membangun aplikasi di atas jaringan tersebut.
  • Utility Token (Token Utilitas): Token yang memiliki fungsi spesifik, misalnya untuk membayar biaya penyimpanan data cloud storage atau biaya rendering video.
  • Asset-Backed (Stablecoin): Koin yang nilainya dijamin oleh aset nyata di dunia luar, seperti mata uang fiat, emas (contoh: PEX Gold), atau properti.
  • Exchange Token: Token yang digunakan di dalam sebuah platform bursa (exchange) spesifik

Cara Menilai Halal/Haram (Ustadz Devin Halim)

Analisis Proyek: Untuk menilai kehalalan, seseorang harus meneliti proyek di baliknya (white paper). Jika proyeknya melayani sesuatu yang haram (misal, koin untuk kasino online), maka koinnya haram.

Manfaat Nyata: Jika aset kripto memiliki fungsi dan manfaat yang jelas di luar spekulasi, maka ada potensi kehalalan.

Trading vs Manfaat: Perdagangan (trading) tidak serta merta haram. Ia membedakan antara pemakai aset dan pedagang aset (seperti pedagang sayur yang tidak memakan semua sayurnya).

Transaksi Haram: Beliau dengan tegas melarang jenis transaksi derivatif, futures, dan penggunaan leverage, karena dianggap murni perjudian (tukar uang dengan uang tanpa ada serah terima barang).

Volatilitas (Harga Naik-Turun): Fluktuasi harga yang tinggi bukanlah masalah. Grafik harga adalah representasi dari hukum penawaran dan permintaan (supply and demand) serta catatan transaksi terakhir yang terjadi di pasar.

Pandangan Fiqh Syariah (Ustadz Erwandi Tarmizi)

Syarat Sah Jual Beli: Syarat utama adalah barangnya bisa diserahterimakan (qabd), baik secara fisik (hakiki) maupun legal (hukmi).

Kritik atas Kripto: Ustadz Erwandi mempertanyakan apakah aset kripto bisa diserahterimakan.

  • Jika koin itu mewakili emas atau properti, apakah pemilik koin bisa benar-benar menerima emas fisiknya atau menguasai propertinya?
  • Jika tidak ada serah terima aset pokoknya, maka transaksinya batal. Itu hanya menjadi “uang ditukar uang” yang tertunda, yang merupakan riba dan perjudian.
  • Beliau menganalogikan ini seperti membeli BPKB mobil tanpa pernah bisa serah terima mobilnya. BPKB-nya saja tidak ada manfaatnya.

Syarat Harta (Al-Mal): Sesuatu bisa disebut harta jika memiliki manfaat yang mubah (diperbolehkan). Jika kripto tidak punya manfaat nyata selain untuk spekulasi (judi), maka tidak sah diperjualbelikan.

Pengecualian: Ketika ditanya mengenai kripto yang fungsinya jelas, seperti untuk cloud storage (penyimpanan data), beliau setuju. Selama ada manfaat yang jelas dan mubah, maka jenis tersebut boleh.

Kritik “Menabung” di Kripto: Beliau mengkritik alasan menabung di Bitcoin untuk menghindari inflasi. Menurutnya, ini adalah tindakan “mematikan” harta. Harta seharusnya diputar di sektor riil (usaha, pertanian, dagang) agar bermanfaat bagi ekonomi dan menciptakan lapangan kerja, sesuai anjuran Umar bin Khattab.

Nasihat Penutup

Ustadz Devin: Tekankan pentingnya Do Your Own Research (DYOR). Pahami dulu apa yang Anda beli. Jangan termakan ilusi “kaya cepat” dan ingat bahwa status halal tidak menjamin untung, dan untung tidak menjamin halal.

Ustadz Erwandi: Tekankan kaidah al-ilmu qoblal ‘amal (berilmu sebelum beramal). Wajib hukumnya bagi seorang Muslim untuk bertanya kepada ahli ilmu (ulama) yang dia percayai sebelum melakukan transaksi. Beliau juga mengingatkan untuk tidak latah mengikuti tren, sementara orang- orang terkaya di dunia kini berinvestasi di aset riil seperti pertanian dan peternakan.

Bantahan Kami Terhadap Kritik atas Kripto

Berikut bantahan singkat & terstruktur terhadap bagian “Kritik atas Kripto” — tetap sopan pada perbedaan ijtihad, tapi menyoroti titik lemah logikanya:

Soal “qabd/serah-terima”: on-chain = qabd hukmi yang sah. Dalam fikih muamalah modern, kepemilikan konstruktif (qabd hukmi) diakui—bukan cuma memegang barang fisik. Majma’ Al-Fiqh AlIslami (IIFA) menegaskan bahwa serah-terima bisa terjadi secara konstruktif: barang dibiarkan dalam penguasaan pembeli sehingga ia mampu bertasharruf (menggunakan) sesukanya. Ini tepat menggambarkan transfer kripto: saat transaksi final di jaringan, pembeli langsung bisa menguasai/mentransfer asetnya.

Elektronik/clearing ≠ “tertunda yang terlarang”. IIFA juga membolehkan taqabudh melalui mekanisme elektronik/transfer bank dengan kelonggaran teknis selama dalam batas kebiasaan (‘urf)—inti syaratnya, pembeli cepat berkuasa atas objek yang dibeli. Analogi ini relevan untuk spot kripto di bursa/wallet non-kustodial: kepemilikan berpindah “seketika” secara hukum-konstruktif saat transaksi settle.

Analogi “BPKB tanpa mobil” keliru. Banyak kripto (mis. Bitcoin, ETH) bukan klaim atas aset eksternal—ia sendiri adalah aset native digital yang dikendalikan oleh private key. Dokumentasi Ethereum menegaskan: yang Anda pegang bukan “koin fisik” melainkan kunci privat; kontrol kunci = kontrol dana. Bahkan dokumen pengajuan SEC menjelaskan: hilang kunci → aset tak lagi bisa ditransfer; dicuri kunci → pencuri berkuasa penuh. Ini sifat “bearer asset” digital, bukan “surat tanpa barang”.

Untuk token berbasis aset, justru ada jalur qabd underlying. Jika keberatan diarahkan ke token ber-underlying (stablecoin/emas), banyak penerbit menyediakan hak tebus (redemption) sehingga serah-terima underlying memungkinkan: USDC: Circle menyatakan berkomitmen menebus 1 USDC = USD 1 bagi akun yang memenuhi syarat.

PAX Gold (PAXG): token dapat ditebus ke emas fisik LBMA (dengan ketentuan jumlah minimal), atau ke unallocated gold/USD. Ini adalah mekanisme serah-terima underlying yang jelas.

Kripto sebagai “al-māl” (harta) itu masuk akal secara ‘urf modern Fikih kontemporer sudah mengakui hak-hak tak berwujud (nama dagang, merek, hak cipta, paten) sebagai harta yang bernilai finansial dan boleh dipindahtangankan. Maka, penilaian “bukan harta karena tak fisik” tidak tepat—selama ada manfaat dan pengakuan pasar/‘urf.

Penguatan konteks Indonesia: aset kripto diakui & diatur sebagai komoditas/aset keuangan digital oleh otoritas (Bappebti; kini beralih ke OJK/BI), menunjukkan penerimaan ‘urf/regulator atas nilai ekonominya.

“Menabung kripto mematikan harta” → yang dikecam adalah hoarding tanpa kewajiban (zakat), bukan ‘menyimpan’ itu sendiri Al-Qur’an mengecam menimbun emas/perak tanpa menunaikan kewajiban; para mufassir menekankan konteks zakat & pengaliran harta, bukan larangan total menyimpan nilai. Maka, menjaga daya beli (hedging) sambil tetap menunaikan kewajiban syar’i bukan otomatis tercela.


Catatan: Ini argumen bantahan untuk diskusi ilmiah, bukan fatwa atau nasihat investasi. Untuk putusan pribadi, tetap rujuk ulama/DSN yang Anda percaya dengan menimbang profil risiko Anda.


Klik di sini untuk download versi PDF dari tulisan ini!